HIJAB

Translokasi Musofa Membawa Petaka

Kematian badak Jawa bernama Musofa setelah proses translokasi menjadi tamparan keras bagi pengelolaan konservasi satwa langka di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Proyek yang katanya direncanakan matang dan menelan anggaran fantastis itu justru meninggalkan pertanyaan besar, apa sebenarnya yang diprioritaskan..? keselamatan satwa, atau sekedar pencitraan bahwa “program konservasi” berjalan?

Jika sebuah translokasi benar-benar dipersiapkan dengan serius, tentu standar kesehatan, kesiapan habitat, hingga mitigasi stres satwa harus menjadi hal paling fundamental. Tetapi ketika seekor badak salah satu yang tersisa di dunia berakhir mati setelah “dipindahkan demi kebaikan”, lalu di mana letak kehati-hatian ilmiahnya?

Apalagi anggaran besar yang dihabiskan untuk persiapan justru terasa kontradiktif dengan hasilnya. Bagaimana mungkin proyek sebesar itu tidak mampu memastikan prosedur yang benar-benar aman bagi satwa yang jumlahnya bisa dihitung jari?

Kematian Musofa, apa pun penyebab pastinya, seharusnya menjadi alarm keras bahwa konservasi bukan sekadar proyek, bukan sekedar laporan kegiatan, dan bukan sekedar foto-foto seremoni. Konservasi adalah nyawa-nyawa satwa yang bahkan satu ekornya sangat berarti bagi keberlangsungan spesies.

Jika kejadian seperti ini tidak diikuti evaluasi menyeluruh, keterbukaan publik, dan perbaikan standar operasional, maka translokasi semacam ini hanya akan menjadi ritual mahal yang mengorbankan satwa atas nama keberhasilan program di atas kertas.

Konservasi tidak butuh kemewahan anggaran; yang dibutuhkan adalah ketelitian, transparansi, dan tanggung jawab moral. Tanpa itu, setiap translokasi berisiko menjadi tragedi baru.