HIJAB

Pit Trap Badak Jawa (Musofa)

Penangkapan badak menggunakan ranjau atau lubang galian adalah puncak kebodohan konservasi yang dibungkus seolah-olah sebagai ‘prosedur lapangan’. Tidak ada alasan ilmiah, tidak ada logika, dan tidak ada nurani yang dapat membenarkan cara biadab seperti ini. Menjebloskan badak seberat kurang lebih satu setengah ton ke dalam lubang dan berharap ia tetap hidup adalah bentuk kelalaian yang begitu parah sampai-sampai sulit dipercaya masih terjadi di era ketika dunia sudah menggunakan standar modern.

Ranjau dan lubang bukan sekedar ‘berisiko’. Itu adalah resep pasti untuk penderitaan, tulang yang retak, otot yang robek, organ yang rusak, stres akut yang bisa membunuh secara perlahan. Bahkan manusia dengan akal sehat pun tahu bahwa menjerumuskan tubuh raksasa seperti badak ke ruang sempit dan keras adalah tindakan yang mendekati kegilaan. Namun anehnya, metode semacam ini kadang masih diselipkan sebagai ‘opsi lapangan’. Opsi? Tidak. Ini adalah kegagalan terang-terangan untuk menghormati kehidupan satwa yang tersisa.

Jika konservasi masih memakai metode seperti ini, maka itu bukanlah konservasi. Itu hanyalah kelalaian yang disamarkan. Cara-cara seperti ini tidak hanya merusak tubuh badak, ia merusak kredibilitas, merusak kepercayaan publik, dan merusak makna perlindungan satwa itu sendiri.

Penangkapan dengan ranjau atau lubang tidak hanya salah. Ia memalukan. Dan semakin lama metode ini dibiarkan, semakin jelas bahwa yang mati bukan hanya badaknya, tetapi juga akal sehat dan integritas konservasi.